Silaturahim terdiri dari dua kata, yakni shilah (sambung,hubungan) dan rahim (kandungan). |
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
DOKUMENTASI HASIL TANYA JAWAB DI GRUP MENURUT 4 MADZHAB (64)
BAB:" Tidak menyapa lagi teman FB apa memutuskan silaturahmi"
PERTANYAAN:✍️
1)Thy Amanda Arsi
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum ..
Ustadz/ustadzah dkk mifah semua izin bertanya dan minta sharring nya 😊🙏
Tidak menyapa lagi teman FB(face book)
apa termasuk memutuskan silaturahmi ?
Apa termasuk diancam tidak bisa masuk surga❓❓‼️
JAWABAN:✍️
1)Ustadz Abdullah Sidiq I
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Shilatu = Hubungan
Rahim = Kerabat
Menyambung Silaturrahim dikatakan wajib itu adalah apabila mereka menyambung hubungan yang ada ikatan kekerabatan.
Seseorang yang memutuskan Silaturrahim atau memutuskan hubungan kekerabatan, maka dia berdosa dan tidak bisa masuk surga , dengan perincian:
1. Apabila dia mengingkari kewajiban bersilaturahim , maka dia kafir dan tidak bisa masuk surga sama sekali.
2. Apabila dia masih mengimani perintah ini, dia tidak bisa masuk surga secara langsung , harus menebus dosanya dulu di neraka.
Adapun hubungan yang kenal sebagai rekan kerja , teman organisasi, apalagi teman FB an dan medsos lainnya , ini tidak bisa dikatakan sebagai Silaturahim. Mau dikatakan ada Hubungan Rahim bagaimana?
Padahal satu sama lain terlahir dari Rahim yang berbeda beda dan jauh kekerabatannya.
Sehingga seandainya seseorang melakukan hal tersebut tanpa alasan , maka bisa saja disebut kurang baik , tapi belum bisa dikatakan sebagai memutus silaturrahim.
Silaturrahim/ hubungan kekerabatan yang harus disambung dan tidak boleh diputuskan itu adalah :
1. Arah keatas :
Bapak , ibu , kakek, nenek , buyut dan seterusnya ke atas.
2. Arah kebawah :
Anak , cucu, cicit dan seterusnya kebawah
3. Arah Samping :
Paman , bibi , sepupu, saudara, keponakan dan terus kebawah.
👉🔰🔰
Imam Nawawi berkata:
قَالَ الْقَاضِي عِيَاض : وَلَا خِلَاف أَنَّ صِلَة الرَّحِم وَاجِبَة فِي الْجُمْلَة ، وَقَطِيعَتهَا مَعْصِيَة كَبِيرَة . قَالَ : وَالْأَحَادِيث فِي الْبَاب تَشْهَد لِهَذَا ، وَلَكِنَّ الصِّلَة دَرَجَات بَعْضهَا أَرْفَع مِنْ بَعْض ، وَأَدْنَاهَا تَرْك الْمُهَاجَرَة ، وَصِلَتهَا بِالْكَلَامِ وَلَوْ بِالسَّلَامِ ، وَيَخْتَلِف ذَلِكَ بِاخْتِلَافِ الْقُدْرَة وَالْحَاجَة ، فَمِنْهَا وَاجِب ، وَمِنْهَا مُسْتَحَبّ ، وَلَوْ وَصَلَ بَعْض الصِّلَة لَمْ يَصِل غَايَتهَا لَا يُسَمَّى قَاطِعًا ، وَلَوْ قَصَّرَ عَمَّا يَقْدِر عَلَيْهِ وَيَنْبَغِي لَهُ لَا يُسَمَّى وَاصِلًا . قَالَ : وَاخْتَلَفُوا فِي حَدِّ الرَّحِم الَّتِي تَجِب صِلَتهَا ، فَقِيلَ : هُوَ كُلّ رَحِم مَحْرَم بِحَيْثُ لَوْ كَانَ أَحَدهمَا ذَكَرًا وَالْآخَر أُنْثَى حَرُمَتْ مُنَاكَحَتهمَا . فَعَلَى هَذَا لَا يَدْخُل أَوْلَاد الْأَعْمَام وَلَا أَوْلَاد الْأَخْوَال ، وَاحْتَجَّ هَذَا الْقَائِل بِتَحْرِيمِ الْجَمْع بَيْن الْمَرْأَة وَعَمَّتهَا أَوْ خَالَتهَا فِي النِّكَاح وَنَحْوه ، وَجَوَاز ذَلِكَ فِي بَنَات الْأَعْمَام وَالْأَخْوَال . وَقِيلَ : هُوَ عَامّ فِي كُلّ رَحِم مِنْ ذَوِي الْأَرْحَام فِي الْمِيرَاث ، يَسْتَوِي الْمَحْرَم وَغَيْره ، وَيَدُلّ عَلَيْهِ قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " ثُمَّ أَدْنَاك أَدْنَاك " هَذَا كَلَام الْقَاضِي . وَهَذَا الْقَوْل الثَّانِي هُوَ الصَّوَاب.
Al-Qadhi Iyadh menyatakan :
"Tidak ada perbedaan pendapat bahwa silaturrahim secara umum hukumnya wajib dan memutuskannya adalah maksiat besar."
Dia berkata, "Hadits-hadits dalam bab ini menunjukkan hal ini. Tetapi silaturrahim itu bertingkat sebagiannya lebih tinggi nilainya daripada yang lain.
Tingkatan yang terendah dalam silaturrahim adalah saling sapa. Untuk menyambung silaturrahim setelah tidak saling sapa adalah dengan berbicara, meskipun hanya mengucapkan salam."
Hal menyambung tali silaturrahim juga berbeda tingkatan tergantung tingkat kemampuan dan kebutuhan; ada kalanya wajib dan ada kalanya sunnah. Seandainya seseorang menyambung silaturrahim dengan nilai-nilai sebagiannya saja, tidak sampai pada puncaknya, maka ia tidak disebut sebagai pemutus silaturrahim,
meskipun ia mampu melakukan sampai yang Puncak. Dan juga ia tidak layak disebut telah menyambung tali silaturrahim.
Al-Qadhi berkata, Mereka berbeda pendapat terkait batasan kerabat yang wajib disambung tali silaturrahimnya. Sebagian kalangan berpendapat, yaitu setiap kerabat yang mahram , dimana jika yang satu laki-laki dan lainnya Perempuan maka haram pernikahan antara keduanya.
Berdasarkan ketentuan ini berarti saudara sepupu dari ayah dan juga saudara sepupu dari ibu tidak termasuk.
Argumentasi pendapat ini adalah keharamannya mempoligami perempuan dengan bibinya , dan kebolehannya dalam mempoligami seorang Perempuan dengan sepupunya.
Sebagian kalangan lagi menyatakan bahwa rahim di sini bersifat umum yang mencakup dzawil arham , dalam bab warisan disamakan baik mahram ataupun tidak.
Pendapat ini berdasarkan hadits : (Yang terdekat, lalu yang paling dekat)
Inilah perkataan yang dipilih oleh Al-Qadhi, dan pendapat kedua inilah yang Benar.
(Minhaj Syarah shahih Muslim XVI / 113)
Imam Nawawi berkata :
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا يَدْخُل الْجَنَّة قَاطِع )
هَذَا الْحَدِيث يُتَأَوَّل تَأْوِيلَيْنِ سَبَقَا فِي نَظَائِره فِي كِتَاب الْإِيمَان : أَحَدهمَا حَمْله عَلَى مَنْ يَسْتَحِلّ الْقَطِيعَة بِلَا سَبَب وَلَا شُبْهَة مَعَ عِلْمه بِتَحْرِيمِهَا ، فَهَذَا كَافِر يُخَلَّد فِي النَّار ، وَلَا يَدْخُل الْجَنَّة أَبَدًا . وَالثَّانِي مَعْنَاهُ وَلَا يَدْخُلهَا فِي أَوَّل الْأَمْر مَعَ السَّابِقِينَ ، بَلْ يُعَاقَب بِتَأَخُّرِهِ الْقَدْر الَّذِي يُرِيدهُ اللَّه تَعَالَى .
Sabda Nabi :
(Tidak akan masuk surga orang yang memutus Tali Silaturrahim).
Dalam memahami hadits ini dan yang semisalnya harus diartikan dengan 2 arti :
1. Hadits ini berlaku bagi orang yang menghalalkan perbuatan memutus silaturrahim tanpa sebab dan syubhat, sementara ia mengetahui keharamannya. Orang semacam ini telah kafir, abadi di dalam neraka dan tidak akan masuk surga.
2. Ia tidak akan masuk surga bersama golongan pertama yang masuk surga, dan dia akan disiksa terlebih dahulu dalam rentang waktu yang dikehendaki Allah'.
(Minhaj Syarah shahih Muslim XVI / 114)
JAWABAN:
2)Teteh Rina Leriyani I ..
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Silaturahim terdiri dari dua kata, yakni shilah (sambung,hubungan) dan rahim (kandungan). Istilah ini merupakan kiasan dari hubungan nasab atau keturunan. Dengan demikian, silaturahim atau silaturahmi (versi Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang berarti tali persahabatan, dalam bahasa Arab bermakna khusus untuk konteks hubungan darah atau keluarga.
Sehingga,jika tidak saling sapa di FB itu belum dikatakan sebagai memutus tali silaturahmi,karena bukan satu hubungan kekeluargaan atau nasab.
Habib Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi, dalam Is’ad ar-Rafiq, juz 2, hal. 117, mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat soal batasan memutus tali silaturahmi ini. Beliau mengatakan:
(و) ومنها (قطيعة الرحم) واختلف في المراد بها فقيل ينبغي ان تخص بالإساءة وقيل لا بل ينبغي ان تتعدى الى ترك الإحسان اذ الاحاديث آمرة بالصلة ناهية عن القطيعة. ولا واسطة بينهما والصلة ايصال نوع من انواع الاحسان والقطيعة ضدها فهي ترك الاحسان ، واستوجه في الزواجر ان المراد بها قطع ما ألفه القريب من سابق لغير عذر شرعي لأن قطعه يؤدي الى ايحاش القلوب وتنفيرها - ولا فرق بين كون الاحسان الذي الفه مالا او مراسلة او مكاتبة او زيارة او غير ذلك. فان قطع ذلك كله بعد فعله لغير عذر كبيرة
Artinya: “Sebagian dari maksiat adalah memutus tali silaturahim. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna yang dikehendaki dari ‘memutus tali silaturahim’ ini. Menurut sebagian pendapat, memutus tali silaturahim sebaiknya dikhususkan pada bentuk perbuatan buruk pada kerabat. Pendapat lain menyangkal pandangan tersebut, sebaiknya memutus tali silaturahim bertumpu pada tidak berbuat baik (pada kerabat), sebab dalam beberapa hadits menganjurkan untuk menyambung tali silaturahim dan melarang memutus tali silaturahim, dan tidak ada perantara makna di antara keduanya. Menyambung tali silaturahim berarti menyambungkan suatu kebaikan, sedangkan memutus tali silaturahim adalah kebalikannya, yakni tidak melakukan kebaikan.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab az-Zawajir berpandangan bahwa yang dimaksud dengan memutus tali silaturahim adalah memutus kebiasaan kerabat tanpa adanya uzur syar’i, sebab memutus hal tersebut akan mendatangkan pada kegersahan hati dan terasingnya hati. Tidak ada perbedaan apakah kebaikan yang dibiasakan itu berupa (pemberian) harta, saling menitip salam, berkirim surat, berkunjung, atau hal yang lainnya. Sesungguhnya memutus segala hal di atas—tanpa adanya uzur—setelah terbiasa melakukannya tergolong dosa besar”
Wallahu A'lam🙏
Affwan semoga bermanfaat untuk semua orang.
Baca juga ADAB BERTAMU (Silahturahim)
Tags GRUP MIFAHSubscribe Our Newsletter
0 Comment
Posting Komentar